Rabu, 16 Januari 2013

Cinta di Atas Pengkhianatan, Layakkah Dipertahankan?

133154020994473562

Cinta adalah misteri yang kita sendiri tak memahami kepada siapa cinta itu akan berlabuh. Saat kita tahu orang yang kita cintai telah menjadi milik orang lain, akankah cinta itu terus dipupuk? Bukankah sebaiknya kita belajar menerima kenyataan dan mencoba membuka hati untuk cinta yang baru?
Seorang teman pria saya (Angga) kemarin meminta pendapat saya mengenai kisah cintanya. Angga (30) saat ini tengah menjalin hubungan dengan kekasihnya, Mia (30) yang berstatus sebagai istri orang lain.
Angga mengenal Mia saat perusahaan mereka menjalin kerjasama. Waktu itu Mia belum menikah. Sebagai Public Relation, Mia dituntut untuk selalu bersikap ramah kepada klien. Keramahan sikap Mia membuat Angga jatuh cinta.
Angga, pria lajang ini sebenarnya telah memiliki kekasih sejak kuliah dulu. Hubungan Angga dan kekasihnya telah berjalan hampir 5 tahun. Namun saat Angga jatuh cinta pada Mia, hubungan Angga dan kekasihnya Kandas.
Angga harus menerima kenyataan pahit ketika mengetahui Mia ternyata telah bertunangan dan akhirnya menikah dengan suaminya yang sekarang. Angga pun kemudian mencoba melupakan Mia dan mulai menjalin hubungan dengan perempuan lain.
Pasca melahirkan anak pertama, Mia kembali menghubungi Angga. Hubungan mereka kembali terjalin. Ternyata cinta Angga kepada Mia kian subur. Tak terasa kisah cinta terlarang mereka telah terjalin 2 tahun terakhir ini.
Angga tahu persis apa yang dijalaninya adalah keliru. Namun cinta telah sempurna menutup mata hati Angga untuk berpikir sehat bahwa ia takkan bisa memiliki Mia seutuhnya.
Suami Mia sebenarnya telah mencium gelagat perselingkuhan istrinya. Ia bahkan sempat mengancam Angga via SMS agar Angga meninggalkan Mia. Namun Mia tetap pada cintanya meskipun suaminya berulang kali mengingatkannya bahwa ia telah memiliki keluarga. Nampaknya kekesalan suami Mia pada puncaknya hingga ia tak kuasa saat tangannya memukul Mia.
Perlakuan suaminya tak lantas membuat Mia sadar diri. Ia justru semakin cinta kepada Angga hingga tak mungkin bisa lepas dari Angga. Saat mengetahui Angga dekat dengan perempuan lain, Mia begitu marah! Ia tak rela jika Angga meninggalkannya.
Angga berdalih, “aku tak bisa lepas dari Mia karena aku sangat mencintai dia. Aku tak bisa kehilangan dia. Aku terlanjur cinta Mia meski kutahu dia milik orang lain. Ketika aku berusaha melupakan dan meninggalkan Mia, hatiku sakit sekali. Begitu pula Mia. Ia tak mau kutinggalkan. Aku harus bagaimana sekarang?”
Terlanjur cinta? Begitu banyak orang yang terbuai dengan kata-kata itu. Dengan berprinsip terlanjur cinta, tak sedikit orang yang akhirnya mengikuti kata hati mereka untuk menjalani cinta “kucing-kucingan”. Meski lelah dan hanya membuang-buang waktu banyak pasangan yang rela menjalani kisah cinta mereka di atas sebuah pengkhianatan.
Saya bertanya kepada Angga, jika Mia benar-benar mencintai Angga, beranikah ia mengambil keputusan mengakhiri rumah tangganya kemudian menikah dengan Angga? Angga menjawab bahwa ia pernah menanyakan hal itu, namun Mia marah. Mia bilang jangan pernah menuntutnya untuk meninggalkan suaminya.
Yang Mia inginkan hanyalah cinta Angga. Ia tak mau Angga meninggalkannya dan ia tak mau jika harus meninggalkan suaminya. Well… Adilkah apa yang dilakukan Mia terhadap Angga? Jika Mia cinta, tak mungkin ia bersikap labil dan tak berani mengambil keputusan apapun.
Jika Mia benar cinta, tak mungkin ia bersikap egois hanya memikirkan hidupnya sendiri. Jika nyata ia mencintai  Angga, seharusnya ia merelakan orang yang dicintainya bahagia bersama yang lain dan bukan mengekangnya untuk tetap bersamanya tanpa ada solusi mau dibawa kemana hubungan mereka itu.
Dua tahun waktu yang cukup untuk mengambil sikap apakah hubungan itu akan berlanjut atau berakhir. Jika hubungan itu terus berlanjut, bagaimana nasib dan masa depan Angga kemudian? Akankah ia selamanya menjadi ’simpanan’ (kekasih gelap) Mia, sedangkan usia Angga tak mungkin bisa menunggu.
Semalam saya bertanya tegas kepada Angga, apakah akan selamanya ia bergantung dari keputusan Mia yang tak jelas. Seharusnya Angga paham, bahwa hubungannya dengan Mia cepat atau lambat akan berakhir jika Mia tak segera mengambil keputusan. Ibarat bolak balik membaca buku, kita tahu endingnya apa dan bagaimana.
Pikirkanlah harapan orangtua yang mendambakan putra kesayangan mereka hidup normal dan bahagia. Mereka tentu mengharapkan menimang cucu dari Angga. Jika Mia tak bisa mewujudkan itu semua, apa lagi yang ditunggu dari Mia.
Kisah serupa Angga ini bukanlah sekali saya temui. Ini adalah kesekian kalinya teman pria saya curhat saat mereka menjadi kekasih gelap istri orang. Hal ini sungguh menjadi ‘tamparan keras’ bagi saya sebagai perempuan.
Dalam beberapa tulisan, saya seringkali mengecam begitu seringnya suami yang tega berselingkuh atau mengkhianati perkawinan. Namun faktanya, ternyata tak hanya satu orang istri seperti Mia yang menduakan suaminya. Apakah hal ini telah menjadi sebuah fenomena?
Bersyukur semalam Angga mulai terbuka hatinya. Saya berusaha untuk terus memberi pengertian kepadanya. Jika ia meneruskan hubungan ini, dua hal yang akan ia hadapi. Pertama, rumah tangga Mia besar kemungkinan akan hancur dan yang kedua, anak Mia akan menjadi korban jika orang tuanya kemudian berpisah karena kehadiran Angga.
Angga bilang, ia pasti akan merasakan sakit teramat sangat jika kehilangan Mia. Saya bisa memaklumi hal itu. Tak ada perpisahan yang tak berurai airmata. Namun jika niat di hati telah bulat untuk mengubah hidup, memang diperlukan pengorbangan. Angga harus tega mengorbankan cintanya terhadap Mia agar ia bisa melanjutkan hidupnya.
Angga tak sendiri. Begitu banyak orang yang mengalami kegagalan dalam percintaan, namun mereka bisa melalui semua meski hati hancur. Bukankah kegagalan cinta akan membuat hati kita kuat sehingga menjadikan kita pribadi tangguh, dewasa dan tidak cengeng.
Obat yang paling ampuh saat patah hati cuma satu, jatuh cinta lagi dan membuka hati untuk cinta baru. Saat patah hati, sehari bahkan seminggu tentunya hati akan sedih. Sebulan pun masih menyisakan pedih di hati. Memasuki dua bulan, hati akan terbiasa. Saat tiga bulan tak bersamanya, niscaya perlahan akan pupus dan sirna segala sakit yang mendera. Semoga Angga kuat menerima kenyataan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar